Saldo Rindu yang Minus

Hampir dua tahun tidak pulang kampung karena adanya peraturan pemerintah untuk membatasi pergerakan warga ke wilayah lain disebabkan pandemi. Rasanya tidak bisa diungkapkan. Ruang rindu yang sudah penuh berharap segera dikosongkan diganti dengan kebahagiaan bertemu orang tua dan keluarga.

Kerinduan akan kebebasan beraktivitas tanpa ada pembatasan dan kehidupan yang normal. Meskipun aku tahu tidak akan sama seperti sebelum pandemi. Anakku merindukan bermain sepeda, bermain bola, berlari bebas di alam terbuka tanpa ada pelarangan. 

Rindu serindu-rindunya itulah yang mungkin tidak hanya aku yang merasakan tetapi bisa juga semua orang di seluruh dunia ini. 

Ruang rindu kami akan kebebasan beraktivitas, bergerak, bersekolah, bekerja, beribadah, maupun bersilaturahmi. 

Rindu yang tanpa batas waktu akan semua itu. Merindukan bisa berkumpul dan bercanda dengan saudara dan sahabat, bercengkrama dengan hiruk pikuk lingkungan. Ah, akankah kerinduan yang memenuh ruang batin ini akan segera tersalurkan? 

Begitu pun kerinduanku akan keluarga, saudara, sahabat yang di Solo. Biasanya paling tidak setahun sekali aku mudik ke kampung halaman Bapak Presiden Joko Widodo. Kota yang terkenal dengan slogan BERSERI yaitu : bersih sehat rapi indah. 

Menabung rindu selama dua tahun akan kenyamanan dan pelukan hangat keluarga, canda dan tawa dengan mereka dan para sahabat. Ah.. ruang rinduku semakin terasa sesak.

Detik berganti menit yang melaju menuju jam dan akhirnya berganti hari, Minggu bahkan bulan dan tahun berharap tabungan rindu segera di nol kan saldonya. 

Akhirnya hari itupun datang. 28 Maret 2021 Allah ijinkan aku dan keluarga kecilku untuk melepaskan kerinduan meskipun waktu itu perekonomian kami sudah diambang batas minimum karena efek pandemi. 

29 Maret 2021 pukul 05:00.

Rumah ini masih sama. Pagar tertutup rapat. Eh dindingnya seperti baru dipoles lagi sama Mbah kung. Warna hijau yang sejuk. Kupuaskan netraku melahap pemandangan depan mata. Perlahan pintu terbuka. Wanita yang beranjak tua dengan senyuman sumringah membukakan pintu. Dialah ibuku. Wanita terhebat dalam hidupku. 

Ingin kumemeluknya akan tetapi hal itu menjadi tabu di saat pandemi.  Cuci tangan dan kaki di kran depan rumah kemudian melangkah masuk ke dalam tanpa peluk dan salaman seperti sebelum pandemi. 

Di dalam ternyata sudah ramai saudara dan bapak yang menyambut kedatangan kami. Hanya senyum yang kami ukir Padahal biasanya langsung pada menyambut, salaman, peluk cium dan menggendong Agha. Kuajak Agha ke kamar mandi belakang. Mandi pagi.. airnya Masya Allah dingin menyegarkan. 

Setelah mandi kemudian salat subuh lalu kami bergabung di ruang keluarga. Barulah ada itu namanya salaman dan pelukan hangat.. Masya Allah ❤️

Teh tubruk yang masih panas sungguh menggoda untuk di cecap. Hmmm harumnya tidak tergantikan oleh wangi parfum manapun. Minuman khas buatan ibuku.

Agha sudah bersama Mbah kung dan sepupunya bermain. 

Cerita, tawa dan canda seolah tidak ada habisnya meskipun kami sering memanfaatkan tehnologi dengan ber-WhatsApp ataupun video call. 

Ya Allah kalau sudah kumpul dan cerita bikin lupa waktu, lupa lelah perjalanan Jakarta - Solo. 

Kerinduan yang memenuhi ruang batin seolah meluap tak terbendung. Saldo tabungan rindu bisa minus nih. Hahaha.

Alhamdulillah meskipun hanya dua Minggu di Solo tetapi sangat berkualitas meskipun tidak bisa kemana-mana untuk sekedar bersilaturahmi dengan teman dan sahabat karena kami sadar diri dari kota ber- zona merah. 

Semoga pandemi ini lekas berakhir dan tidak akan datang lagi, semoga banyak hikmah yang dapat dipetik oleh setiap umat-Nya. Rencana Allah SWT itulah yang terbaik. Yakin dan percaya bahwa Allah tahu yang kita butuhkan dan Insya Allah DIA yang akan memampukan. Aamiin 🤲🏻




3 komentar

  1. Kerinduan 2 tahun tak mudik. Aamiin, semoga lekas bisa mudik kita ya mba. Saya juga udah 2 tahun ga pulang ke padang. (Elsa murah)

    BalasHapus
  2. Aamiin 🤲🏻 ya Allah semoga bisa mudik kita ya mba ❤️

    BalasHapus